A. Latar
Belakang
Dalam
bidang perekonomian banyak ditemukan banyak pelanggaran yang menimbulkan kerugian.
Pesatnya pertumbuhan suatu negara biasanya diikuti oleh majunya keadaan suatu
negara tersebut. Manusia adalah sebagai alat penggerak negara dari aspek
ekonomi, teknologi, bisnis, budaya, olahraga, dan lain-lain, baik sebagai
pelaku ataupun sebagai konsumen.
Manusia
alamiah dan korporasi merupakan subyek tindak pidana. Namun demikian antara
manusia alamiah dan korporasi subyek tindak pidana mempunyai perbedaan.
Perbedaan antara sifat manusia dengan sifat korporasi mengakibatkan tidak semua
kejahatan dapat dilakukan korporasi.
Kejahatan
di bidang perbankan adalah termasuk dalam kategori kejahatan kelas “elite”
(karena tidak semua orang dapat melakukannya). Kejahatan banyak dilakukan
karena lahir dan tumbuh seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Pengertian
Kejahatan Korporasi
Menurut
Black’s Law Dictionary, korporasi adalah suatu yang disahkan atau tiruan yang
diciptakan oleh atau dibawah wewenang hukum suatu negara atau bangsa, yang
terdiri dalam hal beberapa kejadian tentang orang tunggal, adalah seorang
pengganti menjadi pejabat kantor tertentu, tetapi biasanya terdiri dari suatu
asosiasi banyak individu. Sedangkan kejahatan korporasi adalah segala tindak
pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan kepada sebuah
korporasi karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pegawai dan karyawannya
(penetapan harga dan pembuangan limbah) seringkali dikenal sebagai kejahatan
kerah putih.
Sally A
Simpson mengatakan bahwa perilaku sebuah korporasi atau para pegawainya atas nama
korporasi, dimana perilaku tersebut dilarang dan patut di hukum oleh hukum. Dan
terdapat 3 (tiga) point penting pada pendapa John Braithwaite, yaitu:
a. Tindakan
ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas
sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Oleh karena itu, yang
digolongkan kejahata korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum
pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan adinistrasi.
b. Baik
korporasi (sebagai “subyek hukum perorangan”) dan perwakilannya termasuk
sebagai pelaku kejahatan dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada
antara lain kejahatn yang dilakukan, aturan, dan kualitas pembuktian dan
penuntutan.
c. Motivasi
kejahatan yang dilakukan oleh korporasi bukan bertujuan untuk kepentingan
pribadi (individu), melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian
keuntungan organisasi. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula
oleh norma operasional (internal) dan subkultur organisasional.
B
Clinard & Peter C Yeager mengatakan bahwa setiap tindakan korporasi yang
biasa dimana dibeeri hukuman oleh negara, entah dibawah hukum adaministrasi
negara, hukum perdata, atau hukum pidanan. Kejahatan korporasi merupakan bagian
dari kejahatan kera putih, namun lebih spesifik. Merupakan kejahatan
terorganisasi dalam hubungan yang kompleks dan mendalam antara seorang impinan
eksekutif dan manager dalam suatu tangan. Dapat juga berbentuk sebagai
perusahaan keluarga, namun tetap dalam kejahatan kerah putih. Adapun jenis-jenis
korporasi, yaitu:
1. Korporasi
publik, yaitu korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan
untuk memenuhi tugas-tugas administrasi di bidang urusan publik. Contohnya,
pemerintah kabupaten atau kota.
2. Korporasi
privat, yaitu korporasi yang didirikan utnuk kepentingan privat/pribadi yang
dapat bergerak di bidang keuangan, industri, dan perdagangan. Korporasi privat
ini sahamnya dapat dijual kepada masyarakat, maka ditambah dengan istilah go
public.
3. Korporasi
publik quasi, yaitu korporasi yang melayani kepentingan umum (public service).
Bentuk-bentuk
kejahatan korporasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Kejahatan
korporasi di bidang sosial budaya
2. Kejahatan
korporasi yang menyangkut masyarakat luas dapat terjadi terhadap lingkungan
hidup, konsumen, dan pemegang saham.
3. Kejahatan
korporasi di bidang ekonomi, antara lain berupa perbuatan tidak melaporkan
keuntungan perusahaan sebenarnya, emnghindari atau memperkecil pembayaran pajak
dengan cara melaporkan data yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
persekongkolan dalam penentuan harga, memberikan sumbangan kampanye politik
secara tidak sah. Praktek pembeerian keterangan yang tidak benar ddilakukan
korporasi dengan modus transfer pricing, under invoicing, dan window dressing.
Kejahatan korporasi di bidang ekonomi terus berkembang mengikuti perkembangan
ekonomi masyarakat suatu bangsa.
C. Contoh
Kasus Korporasi dalam Bidang Ekonomi/Perbankan
Kasus Pencucian Uang/Pembobolan
Dana Nasabah Citibank
Setelah
digegerkan oleh kasus Bank Century beberapa waktu lalu, kali ini Indonesia
kembali digegerkan dengan pembobolan dana nasabah Citibank. Direktorat Tindak
Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menahan
tersangka Inong Malinda Dee berusia 47 tahun yang menjabat sebagai Senior
Relationship Manager di Citibank, karena diduga melakukan tindak pidana
perbankan dan pencucian uang dari uang nasabah yang dipegangnya. Dana nasabah
itu lalu dialirkan ke berbagai rekening milik Malinda maupun perusahaan.
Salah
satu perusahaan yang menerima aliran dana itu yakni PT Sarwahita Global
Management. Pejabat Citibank yang diduga turut terlibat mendirikan PT Sarwahita
Global Management (SGM) bersama Malinda Dee telah diberhentikan sementara waktu
oleh pihak Citibank. Pejabat tersebut adalah Reniwaty Hamid.
Sementara
itu, dua orang lainnya yang juga diduga turut mendirikan PT Sarwahita Global
Management yakni Gesang Situmorang dan Dennis Roy Sangkilawang sudah tidak lagi
menjadi pejabat Citibank. Gesang telah pensiun sementara Dennis telah
mengundurkan diri. Polri menetapkan status saksi pada Reniwati Hamid dalam
kasus pencucian uang dengan tersangka Malinda Dee. Polri mengaku masih fokus
kepada Malinda dan belum membidik direksi PT Sarwahita lainnya.
Malinda
dilaporkan oleh Citibank karena adanya pengaduan atau keluhan tiga nasabah bank
tersebut yang kehilangan uang, sehingga total kerugian sementara yang di alami
tiga nasabah sebesar Rp16,6 miliar. Wanita yang lahir di Pangkal Pinang pada 5
Juli 1965, sudah 20 tahun bekerja di bank milik Amerika Serikat dan telah tiga
tahun melakukan aksi kejahatan perbankan tersebut. Citibank mengakui
terbongkarnya dugaan kejahatan pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee bukan temuan
audit internal perusahaan tapi laporan nasabah.
Direktur
Kepatuhan Citibank Yesica Effendi menceritakan kronologi terbongkarnya kasus
ini bermula pada 9 februari 2001 di mana seorang nasabah menanyakan kepada
Malinda Dee tentang berkurangnya dana pada rekening oleh transaksi yang tidak
dikenali.
Kepala
Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam
mengatakan modus yang dilakukan Malinda dengan sengaja telah melakukan
pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa “slip
transfer”. Seorang “teller” Citibank yang berinisial D telah ditetapkan sebagai
tersangka dan dua kepala “teller” Citibank Landmark yang berinisial W dan N
sudah dimintai keterangan, sementara pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini
juga terus dikejar. Sedangkan saksi-saksi yang telah diperiksa hingga kemarin
ada 25 orang. Anton merinci saksi-saksi itu tiga orang nasabah Citibank yang
melaporkan aksi Malinda ke bank, 18 karyawan Citibank, dan sisanya berasal dari
PT Sarwahita Global Management.
Malinda
mengatakan, Citibank telah menampung dana pencucian uang nasabah Malinda selama
10 tahun. Dan selama itu pula para atasan Malinda di Citibank cabang Landmark
sangat mengetahui apa yang dilakukan Malinda terhadap uang nasabahnya. Pasalnya
Malinda menjadi perpanjangan tangan nasabah untuk mencuci uang tabungan
tersebut. Malinda akan menawarkan jasa lain dengan memindahkan rekening nasabah
ke bisnis lain seperti asuransi dan produk Citibank lainnya.
Dari
pencucian uang nasabah ke bisnis lain, nasabah akan mendapatkan keuntungan.
Kartu identitas (KTP) lebih dari satu jadi sarana Malinda Dee melancarkan aksi
penggelapan dana nasabah dan pencucian uang yang dipraktikkan di delapan bank
dan dua perusahaan asuransi. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan, pihaknya menemukan 28 transaksi
mencurigakan dengan rekening atas nama Malinda Dee, tersangka penggelapan uang
Citibank dan pencucian uang. Yunus Husein sebelumnya membenarkan ada mantan
pejabat yang dikerjai Malinda. Namun, sang mantan pejabat yang kini telah
pensiun itu tidak melapor ke polisi. Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Timur
Pradopo memilih merahasiakan identitas sang mantan pejabat itu.
Berdasarkan
keterangan Polri, ada 3 nasabah Malinda yang menjadi korban. Mereka sudah
menjalani pemeriksaan. Polri juga pernah menyampaikan total uang yang dikuras,
untuk sementara mencapai Rp 17 miliar. Polri juga sudah menyita 4 mobil mewah
dan rekening milik Malinda senilai Rp 11 miliar.
Malinda
dijerat pasal pencucian uang dan penggelapan. Mobil mewah masing-masing mobil,
Ferrari merah seri F430 Scuderria, Mercedez Benz warna putih dengan seri
E350 dua pintu dan Ferrari merah bernopol B 125 Dee seri California dan
telah dititipkan di Rumah Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan). Mobil disita dari
apartemen Pacific Place dan di Capital Residence, mungkin ada satu mobil yang
dikejar yakni Alphard. Selain itu, diduga Malinda juga memiliki tiga unit
apartemen salah satunya di SCBD. Baik mobil mewah dan apartemen milik Malinda
dibeli secara kredit.
D. Pembahasan
Bank
Indonesia (BI) menyatakan telah menghentikan untuk sementara (suspend)
penghimpunan nasabah baru di segmen prioritas Citibank Indonesia (Citi
Indonesia), yaitu Citigold Wealth Management Banking (Citigold). Hal itu
dilakukan sebagai sanksi administratif atas kasus pembobolan dana nasabah
senilai Rp 17 miliar oleh seorang relationship manager (RM) bernama Melinda Dee
(MD) alias Inong Malinda.
Vice
President Customer Care Citi Indonesia Hotman Simbolon mengakui, pihaknya
memang sudah menghentikan penghimpunan nasabah baru Citigold sesuai permintaan
BI. Selain karena adanya praktek kolusi untuk membobol dana nasabah, sanksi
tersebut juga diberikan atas kelalaian Citi Indonesia melakukan rotasi untuk karyawannya.
Berdasarkan permintaan BI, bank harus melakukan rotasi secara berkala untuk
menghindarkan potensi fraud.
Darmin
mengatakan, suspend tersebut belum diketahui kapan akan dicabut, karena masih
menunggu hasil review BI dan penyelidikan pihak Kepolisian. Jika ditemukan
bukti-bukti lainnya yang semakin memberatkan, kata dia, sanksinya bisa berbeda
dan bisa lebih berat. Sebagai contoh, pencabutan izin bisnis private
banking/priority banking.
BI juga
telah memanggil Chief Country Officer Citi Indonesia Shariq Mukhtar dan
pejabat-pejabat terkait. Selain itu, surat pembinaan atau teguran juga telah
diberikan agar tidak kembali merugikan nasabah. Dalam surat itu, BI juga
meminta Citi Indonesia melakukan perbaikan internal control, sekaligus meminta
penghentian penghimpunan nasabah prioritas baru.
“Kasus
di Citibank ini terjadi terutama karena tidak bekerjanya internal control.
Supervisi oleh atasan juga tidak optimal. Mereka juga tidak mengimplementasikan
rotasi karyawan secara berkala. Selain itu, dual control tidak dilaksanakan
sesuai dengan prosedur dan informasi yang baik kepada nasabah tidak berjalan,”
papar Darmin.
Deputi
Gubernur BI S Budi Rochadi dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah sama-sama
menegaskan bahwa, jika terbukti melanggar ketentuan yang berlaku, manajemen
Citi Indonesia bisa di-fit and proper test ulang. Namun Halim telah mengakui,
terdapat prosedur yang dilompati dalam kasus transfer dana tersebut. Hal itu
berarti terjadi penyalahgunaan wewenang oleh MD.
Terkait
pengawasan BI secara umum terhadap individu bank masing-masing, kata Darmin,
salah satu potensi risiko yang perlu dicermati adalah operasional, terutama
standard operational procedure(SOP), sumber daya manusia (SDM), dan sistem
informasi. “Untuk pengawasan terhadapnya, terutama perilaku pegawai dan
kelemahan SOP, secara berkala BI me-review hasil assesment terhadap laporan
pihak audit internal bank maupun eksternal, yaitu kantor akuntan publik,” jelas
Darmin.
Priority Banking Rawan
Sebelumnya,
Peneliti Eksekutif Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI
Ahmad Berlian mengatakan, priority banking memang cukup rawan karena dalam
segmen itu, nasabah menuntut kemudahan, sehingga menimbulkan peluang untuk
berbuat kejahatan. Sebab itu, BI tengah melakukan kajian untuk menetapkan
guidelines bagi segmen tersebut.
“Banyak
hal yang harus disempurnakan, apakah membatasi jumlah RM, memberikan edukasi
lebih banyak kepada nasabah, atau transparansi produk-produk yang ditawarkan.
Setiap orang harus sadar apa yang dia beli dan bank wajib men-declare tingkat
risikonya,” jelas Ahmad.
Dia
juga tidak memungkiri potensi segmen tersebut digunakan sebagai pencucian uang
(money laundering), kendati BI telah mengaturnya dalam Peraturan Bank Indonesia
(PBI) tentang anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme. Namun, kata Ahmad,
justru banyak pelaku pencucian uang yang tidak memilih segmen priority banking
dan lebih memilih segmen perbankan biasa.
E. Kesimpulan
Kasus
Citibank mencerminkan lemahnya pengawasan Bank Indonesia (BI) sebagai Bank Central
terhadap bank umum. Bank-bank umumpun sebaiknya mendapatkan pengawasan yang
ketat dari Bank Central.
Dengan
kasus Citibank ini, menimbulkan dampak negativ terhadap citra perbankan dan
berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia jika dibiarkan berlarut-larut.
Dari kasus Citibank yang dilakukan oleh Malinda Dee telah adanya pelanggaran
tindak pidana. Tindak pidana ini termasuk kejahatan korporasi terhadap
ekonomi/perbankan, yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
F. Saran
Sebaiknya
dalam menghadapi kasus Malinda Dee ini di perlukan kerjasama yang baik antara
pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sehingga tidak menimbulkan pencucian
uang seperti ini lagi. Dan internal controlnya pun harus berjalan dengan
baik.
Sebagai seorang atasan
Citibank, sebaiknya lebih diperketat lagi aturan-aturan dan pemberian ketegasan
pemeriksaan kepada pegawai/karyawan yang bekerja di Citibank untuk memeriksa
secara detail data keuangan nasabah.